PERKEMBANGAN MASUKNYA AGAMA ISLAM 
KE KABUPATEN KARAWANG 

      Sejak tahun 671 M, Kerajaan Melayu Tua dan Sriwijaya telah mengorganisir perdagangan rempah-rempah dan dengan menggunakan kapal dagang yang bertolak dari pelabuhan Muara Sabak, dekat sungai Batanghari. Route pertama yang dipergunakan selama hampir seratus tahun adalah tetap yaitu Muara Sabak, kapal pengangkut rempah-rempah melalui Cina Selatan dan berhenti dulu di Cempa. Dari sini kapal berlabuh di Canton Tiongkok, kemudian barang dagangan ini diangkut oleh rombongan para pedagang yang menggunakan unta, lewat jalan darat langsung menuju Damaskus Syiria.
        Pada tahun 715 M, Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik dari Dinasti Umayah, menemukan jalur perdagangan yang baru yang lebih menguntungan yaitu melalui Teluk         Kerenggangan diplomatik dengan pihak Tiongkok dapat dipulihkan kembali oleh Khalifah Harun Al Rasyid yang memerintah tahun 786-809 M, sehingga bukan saja melancarkan hubungan dagang, akan tetapi juga dalam penyebaran Agama Islam. Hal ini ditandai dengan bertambahnya Islam di sumatra dan Malaka. Seperti kesultanan Daya Pasai, Bandar Kapilah, Muara Malaya, Aru Baruman, dan kesultanan Kuntu Kampa. Perdagangan yang melalui dua jalur tadi membawa kestabilan dan pemerintahan Kesultanan Islam di Sumatra dan Malaka dan penyebaran agama Islam antara Abad VII-XV makin meluas ke kota  kota 
        Kegiatan penyebaran Agama Islam oleh Syeh Hasanuddin rupanya sangat mencemaskan penguasa Pajajran yang bernama Prabu Angga Larang, sehingga dimintanya agar penyebaran tersebut dihentikan. Oleh Syeh Hasanuddin perintah itu dipatuhi. Kepada utusan yang datang kepadanya ia mengingatkan, bahwa meskipun Dakhwah itu dilarang, namun kelak dari ketrunan Prabu Angga Larang ada yang akan menjadi Walillulah. Beberapa saat kemudian  Syeh Hasanuddin mohon diri kepada Ki Gede Tapa sendiri, sangat prihatin atas peristiwa yang menimpa Ulama Besar, Sebab  Ia 
        Beberapa waktu kemudian Syeh Hasanuddin membulatkan tekadnya untuk kembali ke wilayah Kerajaan Hindu Pajajaran. Untuk keperluan tersebut, maka telah disiapkan 2 perahu dagang yang memuat rombongan para santrinya termasuk Nyi Subang Karancang. Setelah rombongan ini memasuki Laut Jawa, Kemudian memasuki Muara Kali Citarum yang ramai dilayari oleh Perahu para pedagang yang memasuki wilayah Pajajaran. Selesai menyusuri Kali Citarum ini akhirnya rombongan perahu singgah di Pura Dalam atau Pelabuhan Karawang. Kedatangan rombongan Ulama Besar ini disambut baik oleh petugas Pelabuhan Karawang dan di izinkan untuk mendirikan Musholla yang digunakan juga untuk belajar mengaji dan tempat tinggal. 
Categories: 
 Pemancingan, Saung Bambu Resto dan Kolam Renang dengan Mini Waterboom "Buana Tirta" yang pertama dan satu-satunya tempat makan serta sekaligus tempat berekreasi, sangat cocok sekali untuk bersantai bersama keluarga atau pun bagi anak-anak muda yang ingin menikmati kebersamaannya di saung-saung  yang asri;
Pemancingan, Saung Bambu Resto dan Kolam Renang dengan Mini Waterboom "Buana Tirta" yang pertama dan satu-satunya tempat makan serta sekaligus tempat berekreasi, sangat cocok sekali untuk bersantai bersama keluarga atau pun bagi anak-anak muda yang ingin menikmati kebersamaannya di saung-saung  yang asri;
 Pemancingan, Saung Bambu Resto dan Kolam Renang dengan Mini Waterboom "Buana Tirta" ini bisa membuat kita sejenak meluangkan waktu untuk melepaskan kepenatan dari kesibukan kita setiap harinya. Tempat rekreasi "Buana Tirta" sangat menyatu dengan alam pedesaan, suasana yang sangat asri serta nyaman menjadikan kita bisa sejenak bersantai bersama keluarga, teman atau pun rekan bisnis anda;
 Pemancingan, Saung Bambu Resto dan Kolam Renang dengan Mini Waterboom "Buana Tirta" ini bisa membuat kita sejenak meluangkan waktu untuk melepaskan kepenatan dari kesibukan kita setiap harinya. Tempat rekreasi "Buana Tirta" sangat menyatu dengan alam pedesaan, suasana yang sangat asri serta nyaman menjadikan kita bisa sejenak bersantai bersama keluarga, teman atau pun rekan bisnis anda;
 
 
 
 
 
Valid ga neh ceritanya???? pisss