Family Ranch; Pemancingan; Saung Bambu Resto; Kolam Renang & Miniwaterboom

Pemancingan, Saung Bambu Resto dan Kolam Renang dengan Mini Waterboom "Buana Tirta" yang pertama dan satu-satunya tempat makan serta sekaligus tempat berekreasi, sangat cocok sekali untuk bersantai bersama keluarga atau pun bagi anak-anak muda yang ingin menikmati kebersamaannya di saung-saung yang asri;

Pemancingan, Saung Bambu Resto dan Kolam Renang dengan Mini Waterboom "Buana Tirta" ini bisa membuat kita sejenak meluangkan waktu untuk melepaskan kepenatan dari kesibukan kita setiap harinya. Tempat rekreasi "Buana Tirta" sangat menyatu dengan alam pedesaan, suasana yang sangat asri serta nyaman menjadikan kita bisa sejenak bersantai bersama keluarga, teman atau pun rekan bisnis anda;
Pemancingan, Saung Bambu Resto dan Kolam Renang dengan Mini Waterboom "BUANA TIRTA", juga melayani : Acara Rapat, Ulang Tahun, Presentasi, Arisan dan lain-lain. Jl. BBI (Balai Bibit Ikan) Kp. Parakan Badak,Desa Mekar Buana Loji - Pangkalan Kec. Tegal Waru Kab. Karawang Info:0857-111-44-159(Oky);

Follow Us @

PEMBINAAN MASJID AGUNG OLEH PARA ULAMA DAN BUPATI KARAWANG      
Dalam sejarah pembinaan masjid Agung ada 3 unsur yang melakukan pembinaan, dalam arti memimpin peribadahan, pemeliharaan dan pengembangan bangunan masjid yaitu para Ulama dan tokoh masyarakat, para jemaah serta para Bupati. Adipati Singaperbangsa yang menjabat sebagai Bupati Karawang pertama antara tahun 1633-1677 M, semula ia berkantor di daerah Udug-udug. Kemudian karena berbagai pertimbangan, ia memindahkan pelabuhan Karawang. Pilihan tersebut tentu karena di tempat ini telah ada pasar, ada masjid Agung, dan sarana penunjang lain, termasuk pelabuhan itu sendiri yang meperlancar kegiatan lalu lintas perdagangan, pemerintah, dan sebagainya. Oleh karena itu di dekat masjid Agung dibangun antara lain; alun-alun yang ditanami 2 pohon beringin di bagian kanan kirinya, kantor dan pendopo kebupaten, kantor keamanan dan tempat tahanan. Sehingga lingkungan pendopo kabupaten itu mencerminkan seuatu kegiatan pemerintah yang menjunjung aspirasi masyarakat yang demokratis, pemerintah memelihara budi pekerti rakyatnya, agar selain taat kepada pemerintah, juga taat kepada Allah dan Rosulnya. Untuk meningkatkan budi pekerti warga masyarakat maka Bupati adipati Singaperbangsa memperindah bangunan masjid dan direnovasi diselaraskan dengan kantor / pendopo kabupaten yang baru dibangun. Menurut Dra. Eny Suhaeny dan Drs. Tugiyono Ks dalam bukunya "Sejarah terbentuknya Kabupaten Karawang" halaman 22, Drs Uka Tjandrasasmita menyebutkan bahwa masjid Agung Karawang menggunakan model, bentuk dan kontruksi pasak yang sama modelnya dengan masjid Demak, meskipun besar bangunannya tidak sama. Penataan suatu kantor kabuipaten dengan memasukan unsur Alun-alun dan masjid serta kantor-kantor pendukung lainnya adalah sejalan dengan sistem pemerintahan kesultanan Islam pada masa itu atas gagasan Sunan Kali Jaga salah seorang anggota Wali Songgo yang menjadi penasehat kesultanan Islam pertama Bintoro atau Demak. Sebagaimana dimaklumi bahwa Bupati Karawang pada waktu itu merupakan bawahan dari Sulatan Agung yang bertekad untuk mempersatukan kerajaan-kerajaan di Pulau Jawa dan sekitarnya dimana Karawang dipersiapkan sebagai pusat penyerangan tentara Mataram terhadap kedudukan tentara VOC atau Kompeni di Batavia, dan Karawang juga harus menjadi lumbung padi sebagai pusat logistik dari peperangan tersebut. Hampir selama 44 tahun Adipati Singaperbangsa melaksanakan tugas pemerintahannya dengan memfungsikan masjid Agung sebagai tempat beribadah dan memotivasi masyarakat agar berperan serta dalam menunaikan tugas-tugas kenegaraannya.
        Setelah Adipati Singaperbangsa meninggal dunia yang dimakamkan di Manggung Ciparage pada tahun 1677 M, tiga Bupati penerusnya tidak berkantor di Babakan Kartayasa, melainkan berkantor di daerah Pangkalan. yaitu ; Raden Anom Wirasuta atau Panatayda I yang menjabat Bupati antara Tahun 1677 - 1721 M, berkantor di Waru dekat Loji, dan Raden Martanegara atau Panatayuda III menjabat antara tahun 1732 - 1752 M, juga berkantor di Waru Pangkalan. Rupanya Masjid Agung yang telah direnovasi oleh Adipati Singaperbangsa, tidak lagi diadakan penambahan dimasa pemerintahan Bupati Karawang II,III,dan IV. Pada masa Bupati V yaitu Raden Muhamad Soleh atau Panatayuda IV, Kantor bupati dipindahkan kembali ke Babakan Kertayasa. Bupati V  ini memerintah antara tahun 1752 - 1786 M, dikenal sebagai dalem Balon. Rupanya Bupati ini mendapat kehormatan "naik nalon". Dari pemerintahan Kolonial Belanda, dan pada waktu itu hal tersebut  jarang terjadi. Ia termasuk pembina Masjid Agung, dan waktu meninggal Dunia ia dimakam kan dekat Masjid ini, tahun 1993 atas persetujuan para sesepuh, kerangka jenazahnya dipindahkan dan dimakamkan kembali di komplek makam Bupati Karawang di Desa Manggung Jaya Cilamaya
        Sejak masa Bupati Karawang VI  sampai Bupati Karawang IX yakni antara tahun 1786 - 1827, tidak ada petunjuk dilakukannya perbaikan yang berarti apalagi perluasan bangunan dan sebagainya. Sebab sejak tahun 1827 para Bupati Karawang IX sampai bupati XXI atas kebijakan pemerintahan Kolonial Belanda tidak lagi berkantor di kota Karawang melainkan ke Wanayasa dan Purwakarta, Sehingga dapat dipahami apabila para Bupati yang berkedudukan di Wanayasa dan Purwakarta perhatiannya kurang terhadap pembinaan Masjid Agung secara langsung, kemunginan dipercayakan kepada wedana atau camat yang bertugas di kota Karawang.
        Setelah berlakunya Undang Undang no 14 tahun 1950 tentang pembentukan daerah daerah Kabupaten di lingkungan Propinsi Jawa Barat maka kabupaten Karawang terpisah dari kabupaten Purwakarta dan Ibukotanya kembali di Karawang. Sedangkan Bupati Karawang masa itu dijabat oleh Raden Tohir Mangkudijoyo yang memerintah tahun 1950 - 1959, pada tahun 1950 atas persetujuan para Ulama dan Umat Islam, Mesjid Agung diperluas pada arah bagian depan dengan bangunan permanen ukuran 13 x 20 m ditambah menara ukuran kecil dan satu Kubah ukuran  3 x 3 m dengan tinggi 12 m, atap dari seng adapun luas tanah mesjd termasuk makam adalah 2.230 m.
End                              
Komunitas Urang Sunda --> Sumber artikel

Categories:

One Response so far.

  1. R. Tohir Mangkudijoyo adalah adik kandung dari nenek saya dari garis ibu, R.Ngt. Johariah Mangkudijoyo, putra-putri dari R. Ali Mangkudijoyo.

Leave a Reply